468x60 Ads

This is an example of a HTML caption with a link.

HUKUM BERMAIN RABANA DI MASJID


Saudaraku yang kumuliakan, Didalam madzhab syafii bahwa Dufuf (rebana) hukumnya Mubah secara Mutlak (Faidhulqadir juz 1 hal 11), diriwayatkan pula bahwa para wanita memukul rebana menyambut Rasulullah saw disuatu acara pernikahan, dan Rasul saw
mendengarkan syair mereka dan pukulan rebana mereka, hingga mereka berkata :
bersama kami seorang nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi”, maka Rasul saw bersabda : “Tinggalkan kalimat itu, dan ucapkan apa apa yang sebelumnya telah kau ucapkan”. (shahih Bukhari hadits no.4852), juga diriwayatkan bahwa rebana dimainkan saat hari asyura di Madinah dimasa para sahabat radhiyallahu ‘anhum (sunan Ibn Majah hadits no.1897)
READ MORE

Mengenang Perjalanan Hidup Gus Dur



Tri Wahono | wah | Rabu, 30 Desember 2009 | 19:53 WIB

1
KOMPAS/ARBAIN RAMBEY
Mantan Presiden Soeharto menyambut hangat kedatangan Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang berkunjung ke rumahnya di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, 8 Maret 2000 lalu
KOMPAS.com Kiai Haji Abdurrahman Wahid yang sering dikenal dengan nama Gus Dur adalah salah satu tokoh nasional yang banyak mewarnai perjalanan bangsa Indonesia. Cucu ulama besar KH Hasyim Asy'ari tersebut pernah menjabat Ketua Nahdlatul Ulama. Gus Dur pula yang mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB pada era reformasi.

Gus Dur meninggal dunia pada Rabu (30/12/2009) sekitar pukul 18.45 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) setelah sempat dirawat beberapa hari dan menjalani cuci darah. Gus Dur meninggalkan seorang istri, Shinta Nuriyah, dan empat anak, masing-masing Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zanuba Arifah, Anita Hayatunnufus, dan Inayah.

Perjalanan hidupnya dimulai di Jombang, Jawa Timur, tempat ia lahir pada 4 Agustus 1940. Ia menjalani pendidikan sekolah dasar di Jakarta sejak tahun 1953 dan melanjutkan ke SMEP di Yogyakarta tahun 1956. Kemudian, Gus Dur melanjutkan pendidikan di pesantren Tambakberas Jombang pada tahun 1963. Gus Dur juga sempat mengenyam pendidikan di Universitas Al Azhar, Department of Higher Islamic and Arabic Studies, Kairo dan Fakultas Sastra, Universitas Baghdad, Irak, pada tahun 1970 tetapi tak sempat menyelesaikan.

Selepas itu, Gus Dur berkarier menjadi guru dan dosen selama bertahun-tahun. Gus Dur menjadi Guru Madrasah Mu'allimat, Jombang (1959 - 1963), Dosen Universitas Hasyim Asyhari, Jombang (1972-1974), dan Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asyhari, Jombang (1972-1974).

Gus Dur juga aktif di pesantren menjadi sekretaris Pesantren Tebuireng, Jombang (1974-1979) dan menjadi konsultan di berbagai lembaga dan departemen pemerintahan pada tahun 1976. Selanjutnya, Gus Dur menjadi pengasuh Pondok Pesantren Ciganjur, Jakarta, sejak tahun 1976 hingga sekarang.

Di organisasi Nahdlatul Ulama, Gus Dur menjadi anggota Syuriah Nahdlatul Ulama tahun 1979-1984. Ia juga menjabat Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk tiga periode. Masing-masing 1984-1989, 1989-1994, dan 1994-1999.

Sementara itu di bidang pemerintahan, Gus Dur pernah duduk, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif. Ia menjadi anggota MPR dari utusan golongan  selama dua periode. Masing-masing periode 1987-1992 dan 1999-2004. Karier politik tertingginya adalah menjadi Presiden RI selama 2 tahun pada 1999-2001.

Gus Dur dikenal sebagai tokoh kerukunan umat beragama, bahkan cukup kontroversial karena menjadi anggota Dewan Pendiri Shimon Peres Peace Center, Tel Aviv, Israel. Ia pernah menjadi Wakil Ketua Kelompok Tiga Agama, yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi, yang dibentuk di Universitas Al Kala, Spanyol, serta Pendiri Forum 2000 (organisisasi yang mementingkan hubungan antaragama). Ia juga pernah menjabat Ketua Dewan Internasional Konferensi Dunia bagi Agama dan Perdamaian atau World Conference on Religion and Peace (WCRP), Italia, tahun 1994.

Gus Dur juga pernah menjadi Ketua Dewan Pimpinan Harian (DPH) Dewan Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (TIM) periode 1983-1985. Meski mengalami penurunan kemampuan melihat, Gus Dur dikenal masih suka membaca melalui suido book bahkan sampai menjelang akhir hayatnya. Ia juga dikenal produktif menulis artikel dan buku.

Gus Dur juga banyak mendapat penghargaan, seperti gelar doktor honoris causa dari Universitas Jawaharlal Nehru, India, Bintang Tanda Jasa Kelas 1, Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan dari Pemerintah Mesir, Pin Penghargaan Keluarga Berencana dari Perhimpunan Keluarga Berencana I, Ramon Magsaysay, Bintang Mahaputera Utama dari Presiden RI BJ Habibie, gelar doktor honoris causa bidang perdamaian dari Soka University Jepang (2000), Global Tolerance Award dari Friends of the United Nations New York (2003), World Peace Prize Award dari World Peace Prize Awarding Council (WPPAC) Seoul Korea Selatan (2003), Presiden World Headquarters on Non-Violence Peace Movement (2003), penghargaan dari Simon Wiethemtal Center Amerika Serikat (2008), penghargaan dari Mebal Valor Amerika Serikat (2008), penghargaan dan kehormatan dari Temple University, Philadelphia, Amerika Serikat, yang memakai namanya untuk penghargaan terhadap studi dan pengkajian kerukunan antarumat beragama, Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study (2008).

READ MORE
READ MORE

biografi imam syafi'i


Imam Syafi’i bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 Hijriah (767-820 M), berasal dari keturunan bangsawan Qurays dan masih keluarga jauh rasulullah SAW. dari ayahnya, garis keturunannya bertemu di Abdul Manaf (kakek ketiga rasulullah) dan dari ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a. Semasa dalam kandungan, kedua orang tuanya meninggalkan Mekkah menuju palestina, setibanya di Gaza, ayahnya jatuh sakit dan berpulang ke rahmatullah, kemudian beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi yang sangat prihatin dan seba kekurangan, pada usia 2 tahun, ia bersama ibunya kembali ke mekkah dan di kota inilah Imam Syafi’i mendapat pengasuhan dari ibu dan keluarganya secara lebih intensif.


Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun badui bani hundail selama beberapa tahun, kemudian beliau kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni. Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu karena semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu banyak jumlahnya sama dengan banyaknya para muridnya.

Meskipun Imam Syafi’i menguasai hampir seluruh disiplin ilmu, namun beliau lebih dikenal sebagai ahli hadis dan hukum karena inti pemikirannya terfokus pada dua cabang ilmu tersebut, pembelaannya yang besar terhadap sunnah Nabi sehingga beliau digelari Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah Nabi). Dalam pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, malah beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah dengan Al Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum islam, karena itu, menurut beliau setiap hukum yang ditetapkan oleh rasulullah pada hakekatnya merupakan hasil pemahaman yang diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap Al Quran. Selain kedua sumber tersebut (Al Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum islam.

Berkaitan dengan bid’ah, Imam Syafi’i berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bid’ah terpuji dan sesat, dikatakan terpuji jika bid’ah tersebut selaras dengan prinsip prinsip Al Quran dan Sunnah dan sebaliknya. dalam soal taklid, beliau selalu memberikan perhatian kepada murid muridnya agar tidak menerima begitu saja pendapat pendapat dan hasil ijtihadnya, beliau tidak senang murid muridnya bertaklid buta pada pendapat dan ijtihadnya, sebaliknya malah menyuruh untuk bersikap kritis dan berhati hati dalam menerima suatu pendapat, sebagaimana ungkapan beliau ” Inilah ijtihadku, apabila kalian menemukan ijtihad lain yang lebih baik dari ijtihadku maka ikutilah ijtihad tersebut “.

Diantara karya karya Imam Syafi’i yaitu Al Risalah, Al Umm yang mencakup isi beberapa kitabnya, selain itu juga buku Al Musnadberisi tentang hadis hadis rasulullahyang dihimpun dalam kitab Umm serta ikhtilaf Al hadis

READ MORE

sejarah NU


Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.

Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU.

Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.

Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
READ MORE